Selasa, 18 Januari 2011

CARA BUDIDAYA KAKAO

Disusun oleh : ISKANDAR, A.Md.
NIP. 197603292010011003

Pertama kali disampaikan di Desa Gedung Wani Kecamatan Marga Tiga Lampung Timur

PENDAHULUAN

Tanaman kakao (Theobroma cacao) merupakan tanaman perkebunan yang banyak ditanam petani di Desa Gedung Wani Kecamatan Marga Tiga. Tanaman ini ditanam pada areal lahan yang luas sebagai tanaman pokok, di sela-sela tanaman lain, maupun hanya di sekitar pekarangan. Bisa dikatakan hampir setiap petani di Desa Gedung Wani pasti memiliki tanaman kakao.

Baik petani yang menjadikan tanaman kakao sebagai tanaman pokok maupun yang hanya menanamnya sebagai tanaman penyela tanaman lain dan di sekitar pekarangan, semua berharap akan hasil yang maksimal. Hasil maksimal tersebut tidak akan terwujud bila tanpa didasari dengan cara budidaya tanaman kakao yang baik. Dengan budidaya tanaman yang baik maka tanaman akan memberikan hasil seperti yang diharapkan.

Semoga leaflet sederhana ini dapat memberikan sedikit penjelasan tentang tata cara budidaya tanaman kakao.

KLASIFIKASI DAN PENGGOLONGAN KAKAO

Berdasarkan sebuah artikel tentang Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer, dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia disebutkan bahwa tanaman kakao yang ditanam di perkebunan pada umumnya adalah kakao jenis Forastero (bulk cocoa atau kakao lindak), Criolo (fine cocoa atau kakao mulia), dan hibrida (hasil persilangan antara jenis Forastero dan Criolo). Pada perkebunan – perkebunan besar biasanya kakao yang dibudidayakan adalah jenis mulia (Tumpal H.S. Siregar, dkk., 2003).

DAUR HIDUP KAKAO

Pada akhir musim hujan (bulan Maret), tanaman memproduksi tunas daun baru (flush). Segera sesudahnya (bulan April-Juli), terbentuklah bunga. Jika terjadi penyerbukan,bunga-bunga tersebut akan berkembang menjadi buah dewasa setelah 5–6 bulan. Oleh karena itu, panen utama kakao terjadi selama bulan Oktober-Januari, dan 60% dari panen dalam setahun dihasilkan pada periode ini.
Pertumbuhan flush kedua (daun diikuti oleh bunga) terjadi pada saat awal musim hujan (bulan November), dan hasil periode pertengahan ini dipanen dari bulan April sampai Juli.

Produksi puncak tercapai pada saat pohon mencapai umur 4–5 tahun, dan dapat bertahan selama 20 tahun atau lebih jika pengelolaannya baik.

PENYEDIAAN BIBIT KAKAO

Bibit cokelat bisa diperoleh dengan cara generatif, yaitu dari hasil penyemaian biji atau dari hasil perbanyakan vegetatif (setek dan okulasi). Bibit cokelat yang baik untuk ditanam di lapangan adalah yang berumur 4 – 5 bulan, tinggi 50 – 60 cm, berdaun 20 – 45 helai dengan sedikitnya 4 helai daun tua, diameter batang 8 mm, dan sehat.

Banyaknya bibit cokelat yang dibutuhkan adalah tergantung kepada jarak tanam yang akan digunakan. Pemilihan jarak tanam yang optimum bergantung kepada besarnya pohon, jenis tanah, dan iklim areal yang hendak ditanami. Data mengenai jarak tanam dan jumlah pohon per hektar dapat dilihat pada tabel berikut.
Jarak Tanam
(mxm) Jumlah pohonper hektar
2,4x2,4 = 1.650
3x3 = 1.100
4x4 = 625
5x5 = 400
3,96x1,83= 1.380
2,5x3 = 1.333
4x2 = 1.250
3x2,6 = 1.250

PENANAMAN POHON PELINDUNG

Pohon pelindung ada dua jenis, yaitu pohon pelindung sementara dan pohon pelindung tetap. Pohon pelindung sementara bermanfaat bagi tanaman yang belum menghasilkan, terutama yang tajuknya belum bertaut. Pohon pelindung tetap bermanfaat bagi tanaman yang telah mulai menghasilkan. Bibit pohon pelindung bisa diperoleh dengan cara generatif, yaitu dari hasil penyemaian biji atau dari hasil perbanyakan vegetatif (setek dan okulasi).

Pola penanaman antara bibit kakao dan bibit pohon pelindung adalah :
1. Pola tanam cokelat segi empat, pohon pelindung segi empat. Pada pola tanam ini, seluruh areal ditanami menurut jarak tanam yang ditetapkan. Pohon pelindung berada tepat pada pertemuna diagonal empat pohon cokelat.
2. Pola tanam cokelat segi empat, pohon pelindung segi tiga. Pada pola tanam ini, pohon pelindung terletak di antara dua gawangan dan dua barisan yang membentuk segi tiga sama sisi.
3. Pola tanam, cokelat berpagar ganda, pohon pelindung segi tiga. Pada pola tanam ini, pohon cokelat dipisahkan oleh dua kali jarak tanam yang telah ditetapkan dengan beberapa barisan pohon cokelat berikutnya. Dengan demikian, terdapat ruang di antara barisan cokelat yang bisa dimanfaatkan sebagai jalan
4. Pola tanam cokelat berpagar ganda, pohon pelindung segi empat.

PEMELIHARAAN TANAMAN

Pemangkasan

Tujuan pemangkasan bentuk adalah untuk membentuk tanaman dan tajuk kakao sehingga memacu perkembangan cabang sekunder yang menghasilkan banyak buah.

Pemangkasan yang benar sangatlah penting. Pemangkasan yang buruk dapat mengurangi hasil kakao selama beberapa bulan bahkan beberapa tahun, dan meningkatkan serangan penyakit serta pertumbuhan gulma. Penanaman biasanya dilakukan pada musim hujan antara November dan Maret.

Ada empat komponen kunci dalam pemangkasan tanaman kakao:
1. Pemangkasan bentuk
– Pemangkasan pucuk
– Pemangkasan bentuk tajuk
2. Pemangkasan tunas air atau wiwilan
3. Pemangkasan sanitasi
4. Pemangkasan struktural

Pemangkasan bentuk

Tujuan pemangkasan bentuk adalah untuk membentuk tanaman dan tajuk kakao sehingga memacu perkembangan cabang sekunder yang menghasilkan banyak buah.
Pemangkasan bentuk meliputi dua tahap sebagai berikut :
Tahap 1 Pemangkasan pucuk

Waktu: 3–6 bulan setelah tanam.
Metode :
1. Potong ujung titik tumbuh yang dominan untuk memacu pertumbuhan cabang samping ke atas lebih banyak.
2. Pangkas cabang-cabang yang menggantung untuk memacu pertumbuhan cabang-cabang yang kuat pada umur-umur awal.

Tahap 2 Pemangkasan bentuk tajuk
Waktu: 6–9 bulan setelah tanam.
Metode :
1. Potong cabang-cabang lateral 40–60 cm di atas tanah (cabang-cabang setinggi di bawah lutut) untuk merangsang cabang utama dengan jarak yang cukup.
2. Pangkas cabang yang merendah dan menggantung untuk membentuk tajuk yang melingkar/sirkuler.
3. Tinggalkan empat atau lima cabang utama dengan jarak yang sama dari jorket (titik tempat keluarnya cabang kipas pada batang utama) untuk memacu penutupan tajuk
Pemangkasan tunas air
Pada tanaman muda, pemangkasan tunas vertikal dilakukan untuk memperoleh kekuatan struktur dan menghindari cabang yang berlebihan. Pada tanaman dewasa, pemangkasan ini dilakukan guna meningkatkan cadangan nutrisi untuk perkembangan buah dan memperbaiki penetrasi sinar serta aliran udara.
Waktu : Tiap 3 bulan.
Metode :
1. Pangkas semua tunas setinggi di bawah lutut pada batang (kurang dari 40–60 cm di atas permukaan tanah).
2. Pangkas sebagian besar tunas yang tumbuh kembali di dalam struktur yang terbentuk.
3. Biarkan tunas vertikal pada bagian paling bawah pohon yang roboh atau miring agar tumbuh guna mengganti pohon yang tua. Hilangkan tunas vertikal yang tidak tumbuh tegak.

Pemangkasan sanitasi
Sanitasi atau kebersihan akan membantu meningkatkan masuknya sinar matahari atau aliran udara, dan mencegah serta mengurangi masalah hama, penyakit dan gulma. Hal ini akan memperbaiki kesehatan tanaman dan merangsang perkembangan buah. Pemangkasan sanitasi dilakukan pada waktu yang sama dengan pangkasan struktural (untuk membentuk kerangka tanaman) dan jika cabang-cabang sakit banyak terlihat.
Waktu : Tiap 5–6 bulan.
Metode :
Pangkas dengan urutan sebagai berikut:
1. Cabang-cabang yang menggantung dan merunduk di bawah ketinggian 1,2 m
2. Tunas vertikal dan ranting-ranting kecil yang tidak produktif
3. Semua cabang yang sakit dan rusak
4. Cabang-cabang yang tumpang tindih, tinggalkan jarak 20–40 cm antar cabang
5. Pelihara cabang-cabang untuk mempertahankan tinggi tanaman 3,5 m
6. Pengirisan sentral: pangkas sedikit saja pada pusat tajuk
7. Pengirisan samping: pangkas sedikit cabang kecil pada samping tajuk untuk membentuk jarak
8. Buang semua buah yang mengering.

Pemangkasan struktural

Pemangkasan struktural bertujuan untuk memacu perkembangan empat sampai lima cabang utama secara kontinyu sebagai struktur/kerangka primer. Pemangkasan ini akan merangsang penggantian cabang tua dan sakit pada tanaman dewasa dengan pertumbuhan baru. Hal ini akan mempertahankan bagian produktif, sedangkan pembukaan tajuk dan terselenggaranya ventilasi di dalam dan antar tanaman bertujuan untuk mempertahankan tajuk agar tetap baik dan membulat.
Waktu : Tiap 5–6 bulan.
Metode :
Pangkas dengan urutan sebagai berikut:
1. Pemangkasan untuk mengendalikan/ membatasi ketinggian tanaman. Pangkas cabang pada ketinggian 3,5 m agar tinggi tanaman dapat terjangkau pada waktu panen. Lakukan hanya pada pohon yang tingginya lebih dari 3,5 m (setinggi 2 orang).
2. Pembersihan permukaan tanah Pangkas cabang-cabang yang rendah dan merunduk agar bersih sampai ketinggian1,2 m di atas permukaan tanah.
3. Kembangkan / bentuk tajuk-tengah Pangkas dengan bentuk v kecil pada tengah-tengah tajuk pada arah timur-barat, dan kemudian utara-selatan.

Penyiangan
Tujuan penyiangan adalah untuk mencegah persaingan dalam penyerapan air dan unsur hara dan mencegah hama dan penyakit.. Penyiangan harus dilakukan secara rutin, minimal satu bulan sekali yaitu dengan menggunakan cangkul, koret, atau dicabut dengan tangan.

Pemupukan
Pemupukan dilakukan setelah tanaman cokelat berumur dua bulan di lapangan. Pemupukan pada tanaman yang belum menghasilkan dilaksanakan dengan cara menaburkan pupuk secara merata dengan jarak 15 cm – 50 cm (untuk umur 2 – 10 bulan) dan 50 cm – 75 cm
(untuk umur 14 – 20 bulan) dari batang utama. Untuk tanaman yang telah menghasilkan, penaburan pupuk dilakukan pada jarak 50 cm – 75 cm dri batang utama. Penaburan pupuk dilakukan dalam alur sedalam 10 cm. Banyaknya pupuk yang dibutuhkan setiap tahun per tanaman untuk lahan seluas 1 ha, tersaji pada tabel berikut.
Umur Tanaman (tahun) Jenis Pupuk
Urea (gram) SP-36 (gram) KCl (gram) Organik (gram)
1 - - - 3,6
2 22 20 25 3,6
3 44 41 50 4,5
4 89 83 100 5,5
5 178 105 200 7,3
6 222 207 331,8 7,3


PEMANENAN

Buah cokelat bisa dipanen apabila terjadi perubahan warna kulit pada buah yang telah matang. Sejak fase pembuahan sampai menjadi buah dan matang, cokelat memerlukan waktu sekitar 5 bulan. Buah matang dicirikan oleh perubahan warna kulit buah dan biji yang lepas dari kulit bagian dalam. Bila buah diguncang, biji biasanya berbunyi. Ketelatan waktu panen akan berakibat pada berkecambahnya biji di dalam.


PENUTUP

Leaflet sederhana dan ringkas tentang Cara Budidaya Kakao ini disusun dengan harapan besar, yaitu memberikan kejelasan kepada para petani, khususnya petani di Desa Gedung Wani, tentang cara membudidayakan tanaman kakao yang baik. Leaflet ini ditutup dengan sebuah do’a, semoga tujuan tersebut tercapai.

Penyusun

PERAN MANAJEMEN DALAM MEMPENGARUHI KEBERHASILAN USAHATANI PETANI DI INDONESIA

Petani sebagai Seorang Manajer

Petani adalah pelaku usahatani. Mereka berfungsi sebagai pengelola atau seorang manajer bagi usahatani yang mereka kerjakan. Berhasil dan tidaknya usahatani yang mereka kerjakan pada dasarnya sangat tergantung pada kemampuan mereka dalam mengatur dan mengelola faktor-faktor produksi yang mereka kuasai. Jika seorang petani piawai dalam mengelola usahatani yang mereka kerjakan maka usahatani mereka akan berhasil. Sedangkan jika seorang petani tidak mampu mengelola usahataninya dengan baik maka usahatani yang mereka akan besar kemungkinannya mengalami kegagalan. Artinya, petani sebagai seorang manajer usahatani harus mampu mengorganisakian alam, kerja dan modal agar produksi dan produktivitas usahatanianya dapat bernilai optimal.

Kemampuan manajerial dan style manajerial oleh petani akan diwarnai oleh beberapa hal. Salah satunya adalah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan ini akan berafilasi dengan pola pikir dan kualitas SDM. Pendidikan yang tinggi tentunya akan membentuk pola pikir dengan wawasan yang luas dan memiliki tingkat kualitas SDM yang baik. Sedangkan tingkat pendidikan yang rendah akan mencetak petani-petani yang sulit menerima inovasi baru bahkan cenderung laggard (menolak dan menghalangi) serta rendah dalam penguasaan teknologi yang berujung pada rendahnya kualitas SDM-nya.

Petani memiliki cara yang berbeda-beda dalam mengelola usahataninya tergantung pada faktor-faktor produksi yang mereka kuasai. Petani yang memiliki lahan yang luas membutuhkan sarana produksi pertanian yang lebih banyak dibandingkan petani dengan lahan sempit. Petani berlahan luas akan menggunakan alat dan mesin pertanian yang dapat memudahkan mereka dalam pengolahan tanah, pemeliharaan tanaman, pemanenan serta pengolahan hasil. Mereka membutuhkan tenaga kerja dan modal yang lebih besar untuk menjalankan kegiatan usahatani yang mereka usahakan.

Kelemahan Petani di Indonesia untuk Sebuah Manajemen

Skala Usaha Kecil

Petani di Indonesia mayoritas adalah petani gurem atau petani kecil, yaitu petani yang hanya memiliki luas lahan usaha tani kurang lebih 0,25 ha. Pada luasan lahan itu petani melakukan kegiatan usahatani mereka. Ada yang menanami lahannya dengan jenis tanaman pangan semisal padi, jagung, atau ubi kayu. Sebagian mengusahakan tanaman hortikultura/sayuran misalnya terong, cabai, kacang panjang, buncis, kol dan tanaman sayuran yang lain. Beberapa petani menanam tanaman-tanaman perkebunan seperti kakao, kopi, lada dan lain-lain. Lahan yang memiliki asupan air cukup melimpah dimanfaatkan oleh petani untuk membudidayakan ikan. Beternak juga menjadi salah satu pilihan dalam usahatani yang tidak sedikit dipilih sebagai usaha di bidang pertanian. Tetapi apapun usahatani yang dijalankan, pada lahan seluas itulah mayoritas petani Indonesia berusahatani.


Usahatani adalah way of life

Usahatani di Indonesia telah menjadi semacam cara hidup mengingat nilai-nilai subsiten masih melekat pada kegiatan usahatani petani Indonesia. Meski sedikit demi sedikit, sesuai kemajuan teknologi dan hadirnya inovasi-inovasi baru, petani Indonesia telah bermigrasi kea rah pertanian komersial namun jika diamati maka sebenarnya yang dilakukan adalah usahatani campuran, yaitu antara subsisten dan campuran. Sebenarnya sudah tidak ada lagi petani-petani Indonesia yang murni subsisten__kecuali daerah-daerah pedalaman__namun karena karakter budaya yang didukung oleh kondisi alam dan lingkungan membuat usahatani sebagai sebuah way of life ini sulit dilepaskan dari petani di Indonesia.

SDM berkualitas Rendah

Tidak bisa kita pungkiri bahwa petani di Indonesia memiliki kualitas SDM yang masih rendah. Rendahnya kualitas SDM ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang rendah. Rata-rata petani kita adalah petani yang tidak pernah sekolah, tidak lulus SD, atau lulusan SD. Hanya sedikit yang lulus sekolah menengah atau perguruan tinggi.

Kondisi ini semakin diperparah dengan rendahnya minat generasi muda yang notabene memiliki pendidikan yang relatif lebih tinggi untuk berprofesi sebagai petani. Mereka banyak berbondong-bondong untuk bekerja di sektor lain sebagai buruh. Agaknya memang pendidikan yang bersifat link and match banyak diarahkan ke arah dunia industry sehingga support dan motivasi lulusan ke sektor pertanian relatif rendah.

Sementara itu, akses petani terhadap informasi dan teknologi baru masih sangat terbatas. Hal ini diakibatkan karena mayoritas petani tersebar di daerah perdesaan yang relatif terbatas sarana dan prasarana transportasi dan komunikasinya. Akibatnya tingkat serapan petani terhadap inovasi dan teknologi baru masih rendah.

Posisi Tawar Lemah

Diakui atau tidak, petani di Indonesia memiliki posisi tawar yang rendah. Posisi petani berada pada posisi yang tidak menguntungkan dalam hal pemasaran dan permodalan. Petani belum mampu mengontrol harga pasar dan sangat sulit untuk memperoleh modal. Akibatnya tidak sedikit petani yang merugi besar ketika hasil panennya ternyata dibeli pedagang dengan nilai tukar yang sangat rendak. Tidak jarang pula petani jatuh di tangan pengijon dan tengkulak yang menjerat dengan hutang dalam bunga tinggi. Petani selalu sebagai pihak yang dirugikan.


Manajemen dalam Usahatani

Berbicara tentang sebuah system manajemen tentunya akan akan selalu terkait dengan 5 hal pokok, yaitu :
a. Planning/perencanaan
b. Organizing/pengorganisasian
c. Actuating/pelaksanaan
d. Controlling/pengawasan, dan
e. Evaluating/penilaian
Planning/Perencanaan

Selayaknya sebuah usaha, usahatani juga sangat membutuhkan perencanaan yang matang. Mulai dari jenis tanaman yang akan ditanam, pola budidaya yang akan dijalankan, tenaga kerja yang dibutuhkan, sampai kepada kegiatan-kigiatan panen dan pasca panen. Semua rencana seharusnya tersusun rapi tercatat.

Biasanya, petani yang telah tergabung dalam kelompok tani menuangkan perencanaan mereka dalam wujud RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok). Namun sayangnya RDKK yang dibuat, oleh petani belum diartikan sebagai sebuah perencanaan dalam usaha tani. RDKK hanya digunakan untuk mendapatkan pupuk bersubsidi dari pemerintah saja.

Secara teoritis, untuk mewujudkan sebuah perencanaan yang mantap, kita bisa menggunakan pertanyaan 5W 1H, yaitu :
• What/apa………….………?
• Why/mengapa…………….?
• Who/siapa…………….?
• When/kapan….……….?
• Where/dimana ………?, dan
• How/Bagaimana………?

OrganizingPengorganisasian

Setelah segala sesuatu yang terkait dengan usahatani direncanakan dengan baik, maka tahapan berikutnya adalah pengorganisasian. Pada saat ini, petani harus mengorganisasikan setiap masalah dan faktor produksi yang dimilikinya. Persiapan alat dan mesin pertanian, sarana-sarana produksi yang dibutuhkan juga termasuk tenaga kerja yang akan digunakan.

Pengorganisasian yang baik akan memudahkan pelaksanaan agar sesuai dengan rencana yang dibuat dan tujuan yangh ditetapkan.




Actuating/Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah hal yang paling menentukan pada suatu kegiatan usaha tani jika ingin usahatani yang dijalankan berhasil. Dalam pelaksanaan segala sesuatu yang dikerjakan diusahakan sesuai dengan perencanaan yang dibuat. Sebab apabila tidak maka hasil tidak akan sesuai dengan yang diharapkan oleh pelaku usahatani.

Controlling/Pengawasan

Semua pelaksanaan kegiatan usahatani harus diawasi agar sesuai dengan perencanaan yang dibuat. Jika ada masalah dan kekurangan, sebagai seorang manajer, petani harus segera mengambil keputusan yang cepat dan tepat. Caranya adalah dengan melihat sumber daya yang ada dan menyelaraskan dengan tujuan pelaksanaan usahatani.

Evaluating/Penilaian

Tahap ini hanya akan optimal jika semua hal yang dilakukan oleh petani terdokumentasi dalam sebuah catatan. Evaluasi yang dilakukan tanpa informasi yang jelas hanya akan menghasilkan penilaian yang keliru terhadap obyek evaluasi. Akibatnya tentu tidak aka nada perbaikan untuk kegiatan usaha tani berikutnya sebab fungsi dari evaluasi yang utama adalah sebagai bahan untuk perencanaan usahatani.

Hal-hal yang perlu dievaluasi disesuaikan dengan tujuan awal dilaksanakannya usahatani, misalnya :
1. Apakah produksi total telah mencapai hasil sesuai yang diinginkan?
2. Apakah biaya produksi yang dikeluarkan telah sesuai dengan rencana awal?
3. Bagaimanakah produktivitas ekonomis dari usahatani yang dilaksanakan?
4. Apakah masalah-masalah yang dihadapi pada pelaksanaan usahatani?

Hasil evaluasi yang dilakukan tersebut akan lebih memudahkan bagi petani untuk membuat perencanaan usahatani berikutnya dengan lebih baik. Lambat laun maka usahatani yang dilaksanakan menjadi lebih maju dengan pencapaian hasil yang optimal.